Dana Covid-19 Jember Diselewengkan, LHP BPK Sebut Pelaksanaan Realisasi Anggaran Covid-19 Jember Tidak Sesuai Aturan
Badan pemeriksa keuangan atau BPK RI menilai realisasi anggaran covid-19 di kabupaten Jember, tidak sesuai dengan ketentuan dalam semua hal yang material. Hal ini tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan LHP BPK tahun anggaran 2019, yang diserahkan kepada pimpinan DPRD Jember.
Wakil ketua DPRD Jember Ahmad Halim menjelaskan, jika dilihat dari kesimpulannya BPK menilai pengadaan barang jasa dan realisasi dana covid di Jember tidak sesuai ketentuan dalam semua hal material. Kesimpulan ini diambil karena BPK menemukan banyak sekali dugaan pelanggaran.
Halim mencontohkan terkait pengadaan paket sembako, dimana dari 17 rekanan 12 diantaranya merupakan perusahaan jasa kontruksi.
Ditemukan juga adanya 3 ribu lebih nama penerima bantuan, yang ketika di kroscek dalam data kependudukan sudah meninggal dunia sejak tahun 2000 lalu, serta banyak kejanggalan-keJanggalan lainnya.
BPK menemukan data tersebut berdasarkan pencocokan data penerima bantuan yang dilaporan Satgas Penanganan Covid-19 Pemkab Jember, dengan data yang tersedia di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Jember.
Tak hanya itu, temuan lain yang tak kalah mengejutkan yaitu ditemukannya penerima bantuan sebanyak 1.670 orang telah pindah keluar dari Jember dalam rentan tahun 2011 – 2019. Kemudian, sebanyak 23.422 orang penerima bantuan tanpa dilengkapi nomor induk kependudukan (NIK), 326 orang berstatus PNS, 91 orang personil TNI, 20 orang anggota Polri dan 30.050 orang penerima bantuan dengan data kependudukan ganda.
Ahmad Halim mengatakan, selama ini Bupati Jember, Faida, tak pernah melibatkan anggota dewan dalam merencanakan alokasi anggaran Covid-19 sebesar Rp 479,4 miliar. Itu sebabnya, Halim tidak bisa menjelaskan lebih jauh terkait adanya berbagai temuan BPK tersebut. "Ada fakta temuan BPK sudah digambarkan jelas ada penyimpangan," ujarnya, Jum'at (01/1/2021).
Wakil ketua DPRD Jember Ahmad Halim menjelaskan, jika dilihat dari kesimpulannya BPK menilai pengadaan barang jasa dan realisasi dana covid di Jember tidak sesuai ketentuan dalam semua hal material. Kesimpulan ini diambil karena BPK menemukan banyak sekali dugaan pelanggaran.
Halim mencontohkan terkait pengadaan paket sembako, dimana dari 17 rekanan 12 diantaranya merupakan perusahaan jasa kontruksi.
Ditemukan juga adanya 3 ribu lebih nama penerima bantuan, yang ketika di kroscek dalam data kependudukan sudah meninggal dunia sejak tahun 2000 lalu, serta banyak kejanggalan-keJanggalan lainnya.
BPK menemukan data tersebut berdasarkan pencocokan data penerima bantuan yang dilaporan Satgas Penanganan Covid-19 Pemkab Jember, dengan data yang tersedia di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Jember.
Tak hanya itu, temuan lain yang tak kalah mengejutkan yaitu ditemukannya penerima bantuan sebanyak 1.670 orang telah pindah keluar dari Jember dalam rentan tahun 2011 – 2019. Kemudian, sebanyak 23.422 orang penerima bantuan tanpa dilengkapi nomor induk kependudukan (NIK), 326 orang berstatus PNS, 91 orang personil TNI, 20 orang anggota Polri dan 30.050 orang penerima bantuan dengan data kependudukan ganda.
Ahmad Halim mengatakan, selama ini Bupati Jember, Faida, tak pernah melibatkan anggota dewan dalam merencanakan alokasi anggaran Covid-19 sebesar Rp 479,4 miliar. Itu sebabnya, Halim tidak bisa menjelaskan lebih jauh terkait adanya berbagai temuan BPK tersebut. "Ada fakta temuan BPK sudah digambarkan jelas ada penyimpangan," ujarnya, Jum'at (01/1/2021).
Selain persoalan tersebut menurut Halim, masih banyak lagi temuan BPK terkait realisasi dana Covid kabupayen Jember, yang secara rinci akan didalami oleh pansus covid DPRD Jember. Karena DPRD sudah memiliki pansus Covid, Halim mempersilahkan media menanyakan langsung rinciannya kepada pansus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar