Sabtu, 26 Mei 2018

Di Blitar Dana BOS Malah Dipakai Beli Buku Yang Jauh Lebih Mahal Daripada Buku Resmi

Di Blitar Dana BOS Malah Dipakai Beli Buku Yang Jauh Lebih Mahal Daripada Buku Resmi
Foto: Surat Rekomendasi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar

Gelud - Generasi Muda Kelud, menyoroti pembelian buku pelajaran oleh sekolah2 di kabupaten Blitar yang menggunakan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Karena terindikasi yang dibeli sekolah2 itu bukanlah buku pelajaran, sebagaimana yang ditentukan pemerintah. Tapi malah buku dari penerbit tertentu, yang harganya jauh lebih mahal daripada buku pelajaran yang resmi.

"Kami mempertanyakan, kenapa sekolah2 dengan memakai dana BOS tidak membeli buku pelajaran resmi yang murah harganya, tapi kok malah membeli buku pelajaran diluar yang ditetapkan pemerintah yang harganya jauh lebih mahal?" kata Supondo Hariandi, ketua Gelud.

Sebagaimana diketahui, untuk buku pelajaran kurikulum 13 (K13) di pasaran sudah ada buku pelajaran yang ditentukan pemerintah dan harganya murah, ini karena buku2 pelajaran itu selain sudah mendapat penilaian dan penetapan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta HETnya sudah ditetapkan pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar buku pelajaran harganya murah dan terjangkau sehingga bisa memajukan pendidikan di Indonesia.

"Makanya sangat mengherankan, jika ada buku pelajaran resmi dengan HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 10.000 - Rp. 20.000 per buku pelajaran, kok sekolah malah membeli buku pelajaran yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah yang berharga Rp. 70.000 - Rp. 90.000 per buku, ada apa apa ini?", cetus Supondo..

Lebih lanjut Supondo menjelaskan, jika sekolah beralasan bahwa yang dibeli bukan buku pelajaran akan tetapi yang dibeli adalah buku perpustakaan, maka jelas berdasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai petunjuk teknis penggunaan dana BOS, diantaranya yakni permendikbud 01/p/2018 dimana penggunaan dana BOS jika dibelikan buku, maka buku yang dibeli haruslah buku teks utama pelajaran yang telah dinilai dan ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dimana harga buku teks utama pelajaran mengacu pada HET yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Jika masih ngotot beralasan boleh membeli buku nonteks yakni buku perpustakan (buku bacaan, buku pengayaan, buku referensi), dalam peraturan bahwa untuk buku perpustakaan sekolah harus sudah mendapat penilaian dan pengesahan dari Pusat Perbukuan dan Kurikulum. Kenapa malah membeli buku perpustakaan yang tidak mendapat penilaian dan pengesahan dengan harga yang lebih mahal dibanding dengan buku yang resmi itu?", tutur Supondo.

"Apalagi jika dilihat, yang dibeli itu tampaknya bukan buku perpustakaan, karena dari judulnya saja tampak, misalnya buku matematika atau buku PPKN untuk kelas berapa. Dari indikasi berbagai rekayasa itu diduga adalah untuk menutupi agar tidak disorot masyarakat bahwa ada kemungkinan penggunaan dana BOS secara tidak benar", tambahnya.

"Untuk itu diharapkan aparat hukum bertindak tegas, agar dana pendidikan yang besar tidak terbuang sia2 karena ada indikasi korupsi. Dan perlu dicari apakah ini ada keterlibatan atau perintah dari pejabat dinas pendidikan kabupaten Blitar, karena di satu kecamatan saja tercatat sekolah2 membelanjakan buku yang terindikasi tidak sesuai ketentuan itu sekitar 200 juta rupiah, dikalikan saja dengan jumlah kecamatan di kabupaten Blitar, berarti ada sekitar 5 milyar rupiah yang dibelanjakan. Dan ini terindikasi sudah terjadi beberapa tahun ini dan akan terus diulangi lagi. Padahal di dinas pendidikan kan ada pejabat yang bertugas sebagai manajer penggunaan dana BOS? jelas Supondo

"Aparat perlu bertindak, karena hal ini terindikasi terjadi secara massif, terstruktur dan terorganisir, dan infonya terjadi dibanyak daerah, bukan di kabupaten Blitar saja. Jangan sampai dana pendidikan dipergunakan secara sia2 untuk membuka peluang agar bisa dikorupsi. Jika dibiarkan, akibatnya mulai bisa dirasakan saat ini dimana dana untuk pendidikan Indonesia itu jauh lebih besar dari Vietnam, akan tetapi peringkat pendidikan kita di dunia kalah jauh dengan Vietnam" harap Supondo.

Sementara itu, pejabat Manager dana BOS dari dinas pendidikan kabupaten Blitar, bapak Rahardian yang bertugas mendampingi dan mengawasi penggunaan dana BOS ketika dihubungi ponselnya 081334899858 belum memberi tanggapan.

Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan kabupaten Blitar, bapak Budi Kusumarjoko, yang membuat surat rekomendasi pada PT Penerbit Erlangga untuk melakukan penawaran buku kelas 1 s/d kelas 6 pada sekolah2 dasar se kabupaten Blitar dimana terindikasi bahwa buku yang ditawarkan adalah buku yang diluar ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ketika dihubungi ponselnya 08123589287 belum memberi jawaban



Di Blitar Dana BOS Malah Dipakai Beli Buku Yang Jauh Lebih Mahal Daripada Buku Resmi

Di Blitar Dana BOS Malah Dipakai Beli Buku Yang Jauh Lebih Mahal Daripada Buku Resmi
Inline image
Gelud - Generasi Muda Kelud, menyoroti pembelian buku pelajaran oleh sekolah2 di kabupaten Blitar yang menggunakan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Karena terindikasi yang dibeli sekolah2 itu bukanlah buku pelajaran, sebagaimana yang ditentukan pemerintah. Tapi malah buku dari penerbit tertentu, yang harganya jauh lebih mahal daripada buku pelajaran yang resmi.

"Kami mempertanyakan, kenapa sekolah2 dengan memakai dana BOS tidak membeli buku pelajaran resmi yang murah harganya, tapi kok malah membeli buku pelajaran diluar yang ditetapkan pemerintah yang harganya jauh lebih mahal?" kata Supondo Hariandi, ketua Gelud.

Sebagaimana diketahui, untuk buku pelajaran kurikulum 13 (K13) di pasaran sudah ada buku pelajaran yang ditentukan pemerintah dan harganya murah, ini karena buku2 pelajaran itu selain sudah mendapat penilaian dan penetapan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta HETnya sudah ditetapkan pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar buku pelajaran harganya murah dan terjangkau sehingga bisa memajukan pendidikan di Indonesia.

"Makanya sangat mengherankan, jika ada buku pelajaran resmi dengan HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 10.000 - Rp. 20.000 per buku pelajaran, kok sekolah malah membeli buku pelajaran yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah yang berharga Rp. 70.000 - Rp. 90.000 per buku", cetus Supondo..

Lebih lanjut Supondo menjelaskan, jika sekolah beralasan bahwa yang dibeli bukan buku pelajaran akan tetapi yang dibeli adalah buku perpustakaan, maka jelas berdasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai petunjuk teknis penggunaan dana BOS, diantaranya yakni permendikbud 01/p/2018 dimana penggunaan dana BOS jika dibelikan buku, maka buku yang dibeli haruslah buku teks utama pelajaran yang telah dinilai dan ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dimana harga buku teks utama pelajaran mengacu pada HET yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Jika masih ngotot beralasan boleh membeli buku nonteks yakni buku perpustakan (buku bacaan, buku pengayaan, buku referensi), dalam peraturan bahwa untuk buku perpustakaan sekolah harus sudah mendapat penilaian dan pengesahan dari Pusat Perbukuan dan Kurikulum. Kenapa malah membeli buku perpustakaan yang tidak mendapat penilaian dan pengesahan dengan harga yang lebih mahal dibanding dengan buku yang resmi itu?", tutur Supondo.

"Apalagi jika dilihat, yang dibeli itu tampaknya bukan buku perpustakaan, karena dari judulnya saja tampak, misalnya buku matematika atau buku PPKN untuk kelas berapa. Dari indikasi berbagai rekayasa itu diduga adalah untuk menutupi agar tidak disorot masyarakat bahwa ada kemungkinan penggunaan dana BOS secara tidak benar", tambahnya.

"Untuk itu diharapkan aparat hukum bertindak tegas, agar dana pendidikan yang besar tidak terbuang sia2 karena ada indikasi korupsi. Dan perlu dicari apakah ini ada keterlibatan atau perintah dari pejabat dinas pendidikan kabupaten Blitar, karena di satu kecamatan saja tercatat sekolah2 membelanjakan buku yang terindikasi tidak sesuai ketentuan itu sekitar 200 juta rupiah, dikalikan saja dengan jumlah kecamatan di kabupaten Blitar, berarti ada sekitar 5 milyar rupiah yang dibelanjakan. Dan ini terindikasi sudah terjadi beberapa tahun ini dan akan terus diulangi lagi. Padahal di dinas pendidikan kan ada pejabat yang bertugas sebagai manajer penggunaan dana BOS? jelas Supondo

"Aparat perlu bertindak, karena hal ini terindikasi terjadi secara massif, terstruktur dan terorganisir, dan infonya terjadi dibanyak daerah, bukan di kabupaten Blitar saja. Jangan sampai dana pendidikan dipergunakan secara sia2 untuk membuka peluang agar bisa dikorupsi. Jika dibiarkan, akibatnya mulai bisa dirasakan saat ini dimana dana untuk pendidikan Indonesia itu jauh lebih besar dari Vietnam, akan tetapi peringkat pendidikan kita di dunia kalah jauh dengan Vietnam" harap Supondo.

Sementara itu, pejabat manajer dana BOS dari dinas pendidikan kabupaten Blitar, bapak Rahardian yang bertugas mendampingi dan mengawasi penggunaan dana BOS ketika dihubungi ponselnya 081334899858 belum memberi tanggapan.

Sedangkan kepala dinas pendidikan kabupaten Blitar, bapak Budi Kusumarjoko, yang membuat surat rekomendasi pada PT Penerbit Erlangga untuk melakukan penawaran buku kelas 1 s/d kelas 6 pada sekolah2 se kabupaten Blitar dimana terindikasi bahwa buku yang ditawarkan adalah buku yang diluar ketentuan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, ketika dihubungi ponselnya 08123589287 belum memberi jawaban

Kamis, 24 Mei 2018

JEBAKAN BAGI PRESIDEN JOKOWI

JEBAKAN BAGI PRESIDEN JOKOWI
Oleh: Saurip Kadi
Diluar dugaan menjelang bulan Ramadhon beberapa hari yang lalu, kita dikagetkan dengan rangkaian tragedi berdarah di Mako Brimob, Bom Bunuh Diri di 3 Gereja di Surabaya, Rusun Wonocolo Sidoarjo dan Poltabes Surabaya.

Maka wajar saja kalau dimasyarakat luas timbul pertanyaan: "Apakah rangkaian tragedi berdarah tersebut ada kaitannya dengan Pemilu 2019 mendatang ?", bila ada, "Apa target mereka dan siapa yang melakukannya ?" Ataukah murni aksi biadab kelompok Teroris semata.

Ditinjau dari perkembangan eksistensi terorisme internasional belakangan ini, rasanya terlalu dipaksakan kalau tragedi berdarah dan 5 aksi teror Bom Bunuh tersebut diatas dikaitkan dengan kepentingan terorisme internasional. Hal ini tidak bisa lepas, dari realita saat ini mereka sendiri sedang terdisorganisir dan termasuk yang ada di Indonesia, dan mereka lebih memilih untuk bersembunyi. Rasanya terlalu bodoh, kalau tanpa kejelasan tujuan yang hendak diraihnya, mereka menampakan diri dengan rangkaian 5 aksi teror bom bunuh diri tersebut diatas.

Maka kemungkinan yang harus kita perhitungkan adalah ketika rangkaian tragedi berdarah dan teror bom bunuh diri tersebut diposisikan sebagai prolog dari pihak-pihak tertentu untuk melakukan destabilisasi keamanan dan ekonomi nasional. Dapat dipastikan target minimal upaya tersebut adalah jatuhnya legitimasi pak Jokowi, karena terbukti tidak mampu mengendalikan keamanan. Dengan demikian maka pada Pilpres 2019 mendatang Pak Jokowi tidak mendapat "kendaraan" untuk maju sebagai Capres. Sedang target maksimal yang dapat kita hitung adalah "jatuh' nya Presiden Jokowi.

Bila skenario tersebut benar adanya, maka akan ditengarai dengan berlanjutnya teror bom bunuh diri paska bulan Ramadhan. Sebaliknya bila paska bulan Ramadhan ternyata tidak terjadi teror bom bunuh diri lagi, maka tragedi berdarah dan teror bom bunuh diri yang dimaksudkan diatas, tak lebih sekedar sebagai pancingan agar Presiden Jokowi memberi batas waktu kepada DPR RI untuk menyelesaian RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme atau Presiden Jokowi akan mengeluarkan PERPPU. Kalau skenario tersebut benar adanya, maka sesungguhnya "umpan telah dimakan" Presiden Jokowi.

Maka sebelum segalanya terlanjur, kita perlu mencermati sejumlah pasal RUU tersebut, utamanya yang terkait dengan upaya PENCEGAHAN Paham Radikal sebagaimana yang tertuang dalam pasal 43 C dan 43 D. (2) f.

Karena dalam negara demokrasi dimanapun, upaya pencegahan terhadap paham radikal apapun dilaksanakan dengan kombinasi antara cara terbuka yang diselenggarakan oleh Pemerintah melalui lembaga yang berkompenten melalui jalur edukasi / pelatihan, dan cara tertutup yang sudah barang tentu menjadi porsi lembaga intelijen.

Maka hal yang mendasar, jangan karena tingginya semangat untuk memberantas terorisme tanpa disadari kita kecolongan, kembali hendak melaksanakan cara-cara otoriter. Model stigma politik seperti "Terlibat PKI" dan "Tidak Bersih Lingkungan" yang dulu pernah diterapkan Ode Baru, untuk kedepan tidak boleh diulangi dengan cap apapun, tak terkecuali cap "Radikal Islam" dan "Rentan Terpapar Paham Radikal Terosisme" bagi rakyat yang belum terbukti berbuat atau terlibat dalam aksi teror.

Dari sisi politik kontemporer di Indonesia, maka kalau saja DPR begitu saja mengesahkan RUU atau penerbitan PERPPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tanpa perubahan 2 pasal yang mengkait pencegahan tersebut, maka opini bahwa Presiden Jokowi memusuhi Islam akan menjadi terkonfirmasi. Maka paska pengesahan RUU atau penerbitan Perppu Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bisa jadi akan terjadi penolakan terhadap UU / PERPPU tsb dan dengan mobilisasi massa dengan jumlah yang jauh lebih besar daripada saat Pilkada DKI Jakarta. Dan tidak mustahil kalau mereka kemudian memboikot upaya aparat keamanan dalam pemberantasan terorisme itu sendiri.

Disisi lain, dengan payung hukum UU atau Perppu Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, akan membuat Polri dan aparatur keamanan yang terlibat didalamnya juga akan secara maksimal untuk berprestasi dan syukur kalau mampu mengukir sejarah sebagai tokoh yang terbukti mampu mengendalikan keamanan, sebuah prestasi yang sangat dibutuhkan untuk mendampingi/membantu Presiden Jokowi pada periode kedua masa pemerintahannya.

Yang pasti, benturan kepentingan dalam bentuk apapun menjelang Pemilu sangatlah tidak menguntungkan bagi siapapun, tak terkecuali bagi bangsa, negara dan juga Presiden Jokowi sendiri.

Saurip Kadi
Mayjend TNI (Purn)
HP: 081281811951

JEBAKAN BAGI PRESIDEN JOKOWI

JEBAKAN BAGI PRESIDEN JOKOWI
Oleh: Saurip Kadi.
Inline image
Diluar dugaan menjelang bulan Ramadhon beberapa hari yang lalu, kita dikagetkan dengan rangkaian tragedi berdarah di Mako Brimob, Bom Bunuh Diri di 3 Gereja di Surabaya, Rusun Wonocolo Sidoarjo dan Poltabes Surabaya.

Maka wajar saja kalau dimasyarakat luas timbul pertanyaan: "Apakah rangkaian tragedi berdarah tersebut ada kaitannya dengan Pemilu 2019 mendatang ?", bila ada, "Apa target mereka dan siapa yang melakukannya ?" Ataukah murni aksi biadab kelompok Teroris semata.

Ditinjau dari perkembangan eksistensi terorisme internasional belakangan ini, rasanya terlalu dipaksakan kalau tragedi berdarah dan 5 aksi teror Bom Bunuh tersebut diatas dikaitkan dengan kepentingan terorisme internasional. Hal ini tidak bisa lepas, dari realita saat ini mereka sendiri sedang terdisorganisir dan termasuk yang ada di Indonesia, dan mereka lebih memilih untuk bersembunyi. Rasanya terlalu bodoh, kalau tanpa kejelasan tujuan yang hendak diraihnya, mereka menampakan diri dengan rangkaian 5 aksi teror bom bunuh diri tersebut diatas.

Maka kemungkinan yang harus kita perhitungkan adalah ketika rangkaian tragedi berdarah dan teror bom bunuh diri tersebut diposisikan sebagai prolog dari pihak-pihak tertentu untuk melakukan destabilisasi keamanan dan ekonomi nasional. Dapat dipastikan target minimal upaya tersebut adalah jatuhnya legitimasi pak Jokowi, karena terbukti tidak mampu mengendalikan keamanan. Dengan demikian maka pada Pilpres 2019 mendatang Pak Jokowi tidak mendapat "kendaraan" untuk maju sebagai Capres. Sedang target maksimal yang dapat kita hitung adalah "jatuh' nya Presiden Jokowi.

Bila skenario tersebut benar adanya, maka akan ditengarai dengan berlanjutnya teror bom bunuh diri paska bulan Ramadhan. Sebaliknya bila paska bulan Ramadhan ternyata tidak terjadi teror bom bunuh diri lagi, maka tragedi berdarah dan teror bom bunuh diri yang dimaksudkan diatas, tak lebih sekedar sebagai pancingan agar Presiden Jokowi memberi batas waktu kepada DPR RI untuk menyelesaian RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme atau Presiden Jokowi akan mengeluarkan PERPPU. Kalau skenario tersebut benar adanya, maka sesungguhnya "umpan telah dimakan" Presiden Jokowi.

Maka sebelum segalanya terlanjur, kita perlu mencermati sejumlah pasal RUU tersebut, utamanya yang terkait dengan upaya PENCEGAHAN Paham Radikal sebagaimana yang tertuang dalam pasal 43 C dan 43 D. (2) f.

Karena dalam negara demokrasi dimanapun, upaya pencegahan terhadap paham radikal apapun dilaksanakan dengan kombinasi antara cara terbuka yang diselenggarakan oleh Pemerintah melalui lembaga yang berkompenten melalui jalur edukasi / pelatihan, dan cara tertutup yang sudah barang tentu menjadi porsi lembaga intelijen.

Maka hal yang mendasar, jangan karena tingginya semangat untuk memberantas terorisme tanpa disadari kita kecolongan, kembali hendak melaksanakan cara-cara otoriter. Model stigma politik seperti "Terlibat PKI" dan "Tidak Bersih Lingkungan" yang dulu pernah diterapkan Ode Baru, untuk kedepan tidak boleh diulangi dengan cap apapun, tak terkecuali cap "Radikal Islam" dan "Rentan Terpapar Paham Radikal Terosisme" bagi rakyat yang belum terbukti berbuat atau terlibat dalam aksi teror.

Dari sisi politik kontemporer di Indonesia, maka kalau saja DPR begitu saja mengesahkan RUU atau penerbitan PERPPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tanpa perubahan 2 pasal yang mengkait pencegahan tersebut, maka opini bahwa Presiden Jokowi memusuhi Islam akan menjadi terkonfirmasi. Maka paska pengesahan RUU atau penerbitan Perppu Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, bisa jadi akan terjadi penolakan terhadap UU / PERPPU tsb dan dengan mobilisasi massa dengan jumlah yang jauh lebih besar daripada saat Pilkada DKI Jakarta. Dan tidak mustahil kalau mereka kemudian memboikot upaya aparat keamanan dalam pemberantasan terorisme itu sendiri.

Disisi lain, dengan payung hukum UU atau Perppu Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, akan membuat Polri dan aparatur keamanan yang terlibat didalamnya juga akan secara maksimal untuk berprestasi dan syukur kalau mampu mengukir sejarah sebagai tokoh yang terbukti mampu mengendalikan keamanan, sebuah prestasi yang sangat dibutuhkan untuk mendampingi/membantu Presiden Jokowi pada periode kedua masa pemerintahannya.

Yang pasti, benturan kepentingan dalam bentuk apapun menjelang Pemilu sangatlah tidak menguntungkan bagi siapapun, tak terkecuali bagi bangsa, negara dan juga Presiden Jokowi sendiri.

Rabu, 16 Mei 2018

Buku Penerbit Yang Di Black List Pemerintah Malah Dibeli & Dibagikan ke Sekolah-sekolah di Jombang

Buku Penerbit Yang Di Black List Pemerintah Malah Dibeli & Dibagikan  ke Sekolah-sekolah di Jombang
JCW - Jombang Corruption Watch menyoroti pembelian buku perpustakaan oleh dinas pendidikan kabupaten Jombang, Jawa Timur yang bernilai milyaran rupiah, karena dibeli dari penerbit-penerbit yang oleh Menteri Pendidikan dimasukkan ke dalam daftar hitam atau di black-list.

Pembelian buku yang dilaksanakan pada tahun 2017 itu adalah:
1. Pengadaan buku koleksi perpustakaan dengan kode lelang 1698116 senilai Rp. 2,9 milyar
2. Pengadaan buku koleksi perpustakaan SD dengan kode lelang  1901116 senilai Rp. 4,1 milyar

"Dengan adanya dugaan kesengajaan membeli buku dari penerbit-penerbit yang oleh Menteri Pendidikan dimasukkan sebagai daftar hitam, tampak adanya indikasi kolusi & korupsi", kata Bagus Wibisono ketua JCW.

Wibisono menjelaskan bahwa sangat aneh jika dalam proses pengadaannya itu dinas pendidikan Jombang terkesan membiarkan atau mengabaikan adanya dukungan dan jaminan ketersediaan barang dari penerbit-penerbit yang masuk daftar hitam kepada perusahaan-perusahaan yang merupakan peserta/penyedia dalam proses pengadaan atau pembelian buku-buku tersebut.

Bahkan tampak indikasi bahwa buku-buku dari penerbit-penerbit yang masuk daftar hitam itu malah menjadi keharusan sebagai buku yang harus ditawarkan oleh perusahaan yang akan mengikuti proses pengadaan. Jika tidak menawarkan buku-buku dari penerbit-penerbit yang masuk daftar hitam malah dianggap tidak memenuhi syarat atau tidak boleh mengikuti proses pengadaan tersebut.

"Bagaimana hal ini akan tidak menimbulkan anggapan di masyarakat bahwa dinas pendidikan Jombang terindikasi sengaja membeli buku-buku dari penerbit-penerbit yang diblack-list oleh pemerintah"? cetus Wibisono.

"Apalagi selain proses pengadaannya sudah begitu, juga saat buku-buku dari para penerbit yang diblack-list oleh pemerintah itu dikirim & dibagikan ke sekolah-sekolah di Jombang, dinas pendidikan terkesan malah membantu", katanya.

"Jika tidak ada keluhan dari sekolah-sekolah, bisa jadi beredarnya buku-buku dari para penerbit yang diblacklist pemerintah itu tidak terdeteksi", tambahnya.

Lebih lanjut Wibisono menguraikan bahwa dari proses yang demikian, terindikasi bahwa perusahaan-perusahaan yang menjadi peserta dan atau penyedia dalam pross pembelian ini hanya dipinjam saja, dibalik itu diduga ada pihak tertentu yang merupakan aktor utamanya.

"Entah apakah merasa bisa mengelabui aparat hukum atau merasa punya beking, proses pembelian buku untuk dibagikan ke sekolah-sekolah di Jombang itu akan dilakukan lagi dengan pola yang sama. Kita tunggu saja, apakah aparat hukum akan bertindak tegas atau akan bisa dikelabui lagi" kata Wibisono.

Sebagaimana diketahui dan diumumkan melalui berbagai media massa pada awal tahun 2017, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memasukkan group penerbit Tiga Serangkai dalam daftar hitam sebagai sanksi atas beredarnya buku-buku yang dianggap memuat konten pornografi & tidak ramah anak.

Meski pihak Tiga Serangkai Group sudah menyampaikan permintaan maaf, Muhadjir menyebut bahwa group penerbit dalam hal itu sudah melanggar aturan.

"Ya jelas kita blacklist, dia sudah minta maaf tapi tidak cukuplah itu, kata Muhadjir seusai menghadiri wisuda periode I 2017 Universitas Muhammadiyah Malang (https://regional.kompas.com/read/2017/02/26/07425481/mendikbud.blacklist.penerbit.buku.aku.berani.tidur.sendiri.)

Sementara itu pejabat dinas pendidikan Jombang yang bertugas sebagai pelaksana teknis dalam pengadaan atau pembelian buku itu, yakni bapak Agus ketika dihubungi ponselnya 082131044448 belum memberi tanggapan.

Demikian juga salah satu pimpinan group Tiga Serangkai, yakni bapak Gatot ketika dihubungi handphonenya 0811263865 dan 081393315333 belum menjawab




Virus-free. www.avast.com