Benarkah Aparat Negara Kalah Dengan Kartel?: Buku Penerbit Yang DiBlacklist Pemerintah Dibeli Pemkab Ponorogo Dengan Uang Negara
1. Presiden RI
2. Instansi Terkait
Dengan Hormat,
Bersama ini disampaikan bahwa di kabupaten Ponorogo telah dilakukan pengadaan buku koleksi perpustakaan SD (Sekolah dasar) tahap ke dua, yang dilaksanakan pada tahun 2017 dengan kode lelang 958360 senilai Rp. 1,3 milyar.
Pada pengadaan ini diindikasi ada rekayasa dan korupsi, dimana bisa dilihat dalam pengadaan tersebut bahwa buku yang dikirim banyak dari group penerbit yang di black-list oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yakni buku dari group penerbit Tiga Serangkai.
(NB: untuk mencari info bahwa pada awal tahun 2017 penerbit tiga serangkai di-blacklist Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, bisa dicari di google, ketik: penerbit tiga serangkai daftar hitam atau penerbit tiga serngkai blacklist)
Rekayasa tampak, bahwa buku dari group penerbit tersebut malah dijadikan keharusan untuk ditawarkan, hal ini bisa dilihat pada RAB (Rancangan Anggaran Biaya) yang dibuat pejabat dinas pendidikan karena RAB didikte oleh pengusaha dan bisa dilihat bahwa dukungan pada rekanan/pengusaha yang menawar diantaranya adalah dukungan dari group penerbit Tiga Serangkai yang di blacklist oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dan dari proses pengadaan ini juga terlihat modus adanya KARTEL, dimana rekanan yang menawar mendapat dukungan dari 3 perusahaan yang dirias/di-make-up, seolah2 masing2 menjadi distributor dari beberapa penerbit.
3 perusahaan yang dirias/di-makeup sebagai distributor tersebut adalah:
1. Penerbit SPKN (Sarana Panca Karya Nusa) group
2. Penerbit Intan Pariwara group
3. Penerbit Tiga Serangkai group.
3 perusahaan ini masing2 menjadikan dirinya sebagai distributor berdasar surat penunjukan dari beberapa penerbit. Dan dengan ini itu dijadikan syarat dalam pengadaan, bahwa rekanan harus mendapat surat dukungan dari distributor.
Padahal jelas dalam peraturan yang ada (diantaranya adalah peraturan Menteri Perdagangan), bahwa sebuah perusahaan untuk bisa menjadi perusahaan distributor adalah harus memenuhi syarat tertentu dan harus terdaftar sebagai perusahaan distributor di Kementrian Perdagangan.
Jadi bagaimana bisa perusahaan penerbit yang sebenarnya bukan perusahaan distributor lalu berperan seolah sebagai distributor dan memberikan dukungan pada rekanan/perusahaan yang mengikuti pengadaan buku perpustakaan di Ponorogo?
Dan bagaimana bisa penerbit Tiga Serangkai yang masuk daftar hitam bisa berperan sebagai distributor dan buku2 dari penerbit tiga serangkai dan groupnya yang masuk daftar hitam mengatur pengadaan sehingga bukunya malah dibeli memakai uang negara untuk dibagikan ke sekolah2 di Ponorogo? Padahal dengan keputusan blacklist itu penerbit Tiga Serangkai (dan groupnya, penerbit Tiga Kelana) oleh Menteri Pendidikan dilarang menerbitkan dan mengedarkan buku2 untuk anak usia sekolah.
Sedangkan dugaan adanya kartel, bisa dilihat bahwa 3 perusahaan yang berperan seolah sebagai distributor itu, mendapat penunjukan dari penerbit2. Bahkan beberapa penerbit yng memberi penunjukan itu sebenarnya penerbit yang sudah tidak aktif (bisa dilihat bahwa bahkan ada yang tidak mempunyai kantor dan sudah tidak beroperasi) dan bukunya dicetakkan oleh group dari penerbit yng berperan seolah sebagai distributor.
Dan ada beberapa penerbit yang menunjuk sebagai distributor itu sebenarnya adalah merupakan group dari penerbit yang berperan seolah sebagai distributor. Sehingga jika ditelusuri aliran keuangannya, bisa diketemukan bahwa penerbit itu pemiliknya adalah orang yang sama.
Karena perbuatan pada tahun 2017 ini aman2 saja dan bisa mengelabui aparat hukum, maka pada tahun 2018 hal ini diulangi lagi yakni pada pengadaan koleksi perpustakaan SD dengan kode lelang 1259360 senilai Rp. 2,5 milyar.
Hanya saja, karena dugaan kartel itu infonya sudah mulai tercium di beberapa daerah di Indonesia, maka pada tahun 2018 perusahaan yang dirias/di-makeup seolah sebagai distributor diganti perusahaan lain, tapi masih satu group dengan 3 perusahaan tersebut diatas.
Bisa dilihat perusahaan yang pada tahun 2017 membuat surat penunjukkan sebagai distributor kepada PT SPKN, pada tahun 2018 ini berbalik mendapat surat penunjukkan sebagai distributor dari PT SPKN. Demikian juga dari Intan Pariwara group dan Tiga Serangkai group.
Sehingga pada tahun 2018, kembali kabupaten Ponorogo membeli buku dari penerbit yang di blacklist oleh Menteri Pendidikan untuk dibagikan ke sekolah2 di Ponorogo.
Sehingga pada tahun 2018, kembali kabupaten Ponorogo membeli buku dari penerbit yang di blacklist oleh Menteri Pendidikan untuk dibagikan ke sekolah2 di Ponorogo.
Infonya pemain yang mengatur pengadaan buku perpustakan di Ponorogo ini adalah orang yang sama yang mengatur pengadaan buku perpustakaan di kabupaten Jombang tahun 2017 dan karena juga belum ada tindakan dari aparat negara maka diulangi juga di Jombang pada tahun 2018. Sehingga bisa dilihat RAB dan buku2 yang dikirim adalah sama.
Selain itu, indikasi adanya kartel bisa dilihat bahwa kabupaten Ponorogo terpaksa membeli buku2 yang lebih tipis dan kualitas yang tidak maksimal dengan harga jauh diatas pasaran. Padahal banyak buku perpustakaan untuk SD dan SMP yang lulus penilaian dari pusat perbukuan dan kurikulum yang lebih tebal halaman dan lebih bagus kualitasnya, tetapi itu tidak dibeli oleh kabupaten Ponorogo.
Demikian terima kasih
Hormat kami
WAROG – Warung Anti Korupsi Ponorogo
----------------------------------------
keterangan: forward info dari group WA dan twitter seputar_ponorogo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar